Siapa tak kenal Si Kabayan? Tokoh lugu asli tatar Sunda ini seakan sudah menjadi ikon cerita Sunda yang selalu berisi tentang kelucuan, kekonyolan namun terkadang penuh dengan amanat-amanat kebaikan.
Ada satu kisah Kabayan yang selalu saya suka. Yaitu saat kampung si Kabayan akan kedatangan petinggi-petinggi negara. Kira-kira begini ceritanya…
Sekali waktu kampung Si Kabayan akan kedatangan petinggi-petinggi negara. Alhasil semua penduduk kampung sibuk luar biasa. Mereka ingin menyambut petinggi negara ini dengan cara terbaik dan terhebat.
Setiap jengkal kampung dihias warna-warni. Ayam kampung, kambing, sapi disembelih untuk dijadikan santapan special para petinggi itu. Anak-anak dan pemuda pemudi berlatih tari dan menyanyi untuk menyambut mereka. Semua disiapkan dengan sempurna.
Namun Si Kabayan sendiri terlihat cuek-cuek saja. Seperti tidak terpengaruh, dia hanya terlihat tidur-tiduran di pos kamling atau hanya diam di sawah sambil mengorek kuping sampai terpejam-pejam saking enaknya.
Singkat cerita hari yang ditunggu itupun tiba. Semua persiapan benar-benar dimatangkan. Dan ketika para petinggi itu datang, suasana kampungpun menjadi gegap gempita. Melihat sambutan luar biasa itu para petinggipun senang. Tak henti-henti mereka menyalami dan memberikan pujian untuk kampung itu. Hingga tibalah saat mereka diajak berkeliling kampung.
Para petinggi itu diarak dan berjalan didepan. Sementara warga mengikuti mereka dibelakang hingga panjang mengular. Mereka berjalan berkeliling kampung dan melihat-lihat seluruh kampung yang sudah dihias warna-warni meriah.
Sampai tiba-tiba, munculah Si Kabayan. Kedatangannya mengejutkan semuanya. Tampangnya yang lugu dan penampilannya yang sangat biasa berbeda sekali dengan semua warga yang tampil rapih dengan busana terbaik.
Si Kabayan tidak hanya mengejutkan karena datang tiba-tiba. Perilakunya juga membuat semua orang terheran-heran. Selain karena dia datang di depan rombongan para petinggi dan bukan ikut rombongan pengiring. Juga tindak tanduknya juga aneh. Kadang dia melompat ke depan, kanan, kiri sambil menggoyangkan pantat. Kadang jongkok. Kadang terlihat menendang sesuatu. Kadang terlihat memicingkan mata seakan melihat sesuatu di kejauhan. Kadang hanya berlari-lari kecil berputar-putar. Seakan-akan tidak ada siapapun selain dia disitu.
Kelakuannya membuat malu kepala kampung. Mukanya memerah. Apalagi setelah petinggi bertanya padanya, “Siapa dia? Kurang ajar sekali kelakuannya!”. “Namanya Kabayan, Pak. Dia salah satu warga saya. Akan saya marahi dia.” Dan dipanggilah Kabayan.
Kabayan mendekat dan diam menunduk. “Kabayan! Apa yang kamu lakukan? Bikin malu kampung! Kamu tahu tidak beliau ini adalah petinggi-petinggi negara? Kelakuan kamu tidak sopan!”
“Memangnya apa salah saya, Pak?” Tanya Kabayan lagi. “Itu kelakukan kamu, loncat sana loncat sini. Ga karuan. Apa maksud kamu?”
Kabayan diam sejenak. Lalu dia bicara. “Apa yang saya lakukan sesungguhnya karena cinta dan hormat saya pada para petinggi negara ini. Saya ingin mereka berjalan dengan aman tanpa terganggu apa-apa. Bagaimana mungkin saya bisa melindungi kalau saya berjalan di belakang mereka? Saya berlompatan untuk menunjukan jalan-jalan mana saja yang nyaman dan tidak berlubang. Saya menggoyangkan pantat untuk bilang bahwa jalan tersebut rusak dan jangan dilewati. Saya menendang batu kerikil dan duri yang menghalangi agar kaki para petinggu tidak terluka. Saya melihat ke kejauhan hanya ingin memastikan kalau cuaca masih bagus dan apabila tidak akan saya persiapkan payung agar para petinggi tidak kehujanan. Sesungguhnya itulah cara saya mencintai dan menghormati para petinggi negara. Dengan melindungi mereka dari depan. Bukan hanya mengikuti dari belakang. Ketika ada sesuatu yang mengancam, sayalah yang akan tahu dan menerimanya terlebih dahulu. Bukan para petinggi yang saya cintai.”
Mendengar itu para warga kampungpun diam dan merasa malu. Sementara para petingi negara merasa takjub dan terharu.
Cerita diatas hanya kiasan. Intinya kadang cara kita menunjukan kebaikan atau bahkan niat melindungi tidak bisa dimengerti orang lain. Kadang yang terlihat hanya anehnya, hanya jeleknya, hanya khawatirnya, hanya kurangnya, hanya satu sudut pandang. Padahal kebaikan itu ada pada niat yang terwujud dalam satu tindakan. Tindakan bisa ternilai. Bisa salah bisa benar. Tapi niat tidak mungkin salah. Karena Tuhan sendirilah yang menilai.
Tetaplah berniat baik dalam segala hal, walau kadang kita tidak tahu harus bagaimana caranya dan tidak tahu akan seperti apa hasilnya di mata orang lain. Biarlah Tuhan yang menilai dan menentukan apakah niatnya terwujud atau tidak karena Dia Maha Tahu… 🙂
*Cerita ini saya lihat di buku “Kabayan Jadi Sufi” yang sudah lama hilang. Pastinya akan ada perbedaan karena ini hanya berdasar memori belaka. Semoga niatannya sampai. 🙂